Sebelum membahas pengertian komunikasi organisasi
sebaiknya kita uraikan terminologi yang melekat pada konteks komunikasi
organisasi, yaitu komunikasi dan organisasi. Komunikasi berasal dari
bahasa latin “communis” atau ‘common” dalam Bahasa Inggris yang berarti sama.
Berkomunikasi berarti kita berusaha untuk mencapai kesamaan makna,
“commonness”. Atau dengan ungkapan yang lain, melalui komunikasi kita
mencoba berbagi informasi, gagasan atau sikap kita dengan partisipan
lainnya. Kendala utama dalam berkomunikasi adalah seringkali kita
mempunyai makna yang berbeda terhadap lambang yang sama.
Manusia di dalam kehidupannya harus
berkomunikasi, artinya memerlukan orang lain dan membutuhkan kelompok atau
masyarakat untuk saling berinteraksi. Hal ini merupakan suatu hakekat bahwa
sebagian besar pribadi manusia terbentuk dari hasil integrasi sosial dengan
sesama dalam kelompok dan masyarakat. Di dalam kelompok/organisasi itu selalu
terdapat bentuk kepemimpinan yang merupakan masalah penting untuk kelangsungan
hidup kelompok, yang terdiri dari pemimpin dan bawahan/karyawan. Di antara
kedua belah pihak harus ada two-way-communications
atau komunikasi dua arah atau komunikasi timbal balik, untuk itu diperlukan
adanya kerja sama yang diharapkan untuk mencapai cita-cita, baik cita-cita
pribadi, maupun kelompok, untuk mencapai tujuan suatu organisasi. Kerja sama
tersebut terdiri dari berbagai maksud yang meliputi hubungan sosial/kebudayaan.
Hubungan yang terjadi merupakan suatu proses adanya suatu keinginan
masing-masing individu, untuk memperoleh suatu hasil yang nyata dan dapat
memberikan manfaat untuk kehidupan yang berkelanjutan.
Bila sasaran komunikasi dapat diterapkan
dalam suatu organisasi baik organisasi pemerintah, organisasi kemasyarakatan,
maupun organisasi perusahaan, maka sasaran yang dituju pun akan beraneka ragam,
tapi tujuan utamanya tentulah untuk mempersatukan individu-individu yang
tergabung dalam organisasi tersebut. Berdasarkan
sifat komunikasi dan jumlah komunikasi menurut Onong Uchyana Effendi, dalam
bukunya “Dimensi-Dimensi Komunikasi” hal. 50, komunikasi dapat digolongkan ke
dalam tiga kategori:
1. Komunikasi antar pribadi
Komunikasi ini penerapannya antara pribadi/individu dalam usaha
menyampaikan informasi yang dimaksudkan untuk mencapai kesamaan pengertian,
sehingga dengan demikian dapat tercapai keinginan bersama.
2. Komunikasi kelompok
Pada prinsipnya dalam melakukan suatu komunikasi yang ditekankan adalah
faktor kelompok, sehingga komunikasi menjadi lebih luas. Dalam usaha
menyampaikan informasi, komunikasi dalam kelompok tidak seperti komunikasi
antar pribadi.
3. Komunikasi massa
Komunikasi massa dilakukan dengan melalui alat, yaitu media massa yang
meliputi cetak dan elektronik.
Dalam melakukan komunikasi organisasi, Steward
L.Tubbs dan Sylvia Moss dalam Human Communication menguraikan adanya 3 (tiga)
model dalam komunikasi:
1. Model
komunikasi linier (one-way communication), dalam model ini komunikator
memberikan suatu stimuli dan komunikan melakukan respon yang diharapkan tanpa
mengadakan seleksi dan interpretasi. Komunikasinya bersifat monolog.
2. Model
komunikasi interaksional. Sebagai kelanjutan dari model yang pertama, pada
tahap ini sudah terjadi feedback atau umpan balik. Komunikasi yang berlangsung
bersifat dua arah dan ada dialog, di mana setiap partisipan memiliki peran
ganda, dalam arti pada satu saat bertindak sebagai komunikator, pada saat yang
lain bertindak sebagai komunikan.
3. Model
komunikasi transaksional. Dalam model ini komunikasi hanya dapat dipahami dalam
konteks hubungan (relationship) antara dua orang atau lebih. Pandangan ini
menekankan bahwa semua perilaku adalah komunikatif. Tidak ada satupun yang
tidak dapat dikomunikasikan.
Mengenai organisasi, salah satu defenisi
menyebutkan bahwa organisasi
merupakan suatu kumpulan atau sistem individual yang melalui suatu
hirarki/jenjang dan pembagian kerja, berupaya mencapai tujuan yang ditetapkan. Dari batasan tersebut dapat
digambarkan bahwa dalam suatu organisasi mensyaratkan:
- Adanya suatu jenjang jabatan ataupun kedudukan yang memungkinkan semua individu dalam organisasi tersebut memiliki perbedaan posisi yang jelas, seperti pimpinan, staff pimpinan dan karyawan.
- Adanya pembagian kerja, dalam arti setiap orang dalam sebuah institusi baik yang komersial maupun sosial, memiliki satu bidang pekerjaan yang menjadi tanggungjawabnya.
Dengan landasan konsep-konsep komunikasi dan
organisasi sebagaimana yang telah diuraikan, maka kita dapat memberi batasan
tentang komunikasi dalam organisasi secara sederhana, yaitu komunikasi
antarmanusia (human communication) yang terjadi dalam kontek organisasi.
Atau dengan meminjam definisi dari Goldhaber, komunikasi organisasi diberi
batasan sebagai arus pesan dalam suatu jaringan yang sifat hubungannya saling
bergabung satu sama lain (the flow of
messages within a network of interdependent relationships).
Sebagaimana
telah disebut terdahulu, bahwa arus komunikasi dalam organisasi meliputi
komunikasi vertikal dan komunikasi horisontal. Masing-masing arus
komunikasi tersebut mempunyai perbedaan fungsi yang sangat tegas. Ronald
Adler dan George Rodman dalam buku Understanding Human Communication,
mencoba menguraikan masing-masing, fungsi dari kedua arus komunikasi dalam organisasi
tersebut sebagai berikut:
a) Pemberian
atau penyimpanan instruksi kerja (job instruction)
b) Penjelasan dari pimpinan tentang mengapa suatu
tugas perlu untuk dilaksanakan (job retionnale)
c) Penyampaian informasi mengenai peraturan-peraturan
yang berlaku (procedures and practices)
d) Pemberian
motivasi kepada karyawan untuk bekerja lebih baik.
2. Upward communication, yaitu komunikasi yang
terjadi ketika bawahan (subordinate) mengirim pesan kepada atasannya.
Fungsi arus komunikasi dari bawah ke atas ini adalah:
a) Penyampaian informai tentang pekerjaan pekerjaan
ataupun tugas yang sudah dilaksanakan
b) Penyampaian informasi tentang persoalan-persoalan
pekerjaan ataupun tugas yang tidak dapat diselesaikan oleh bawahan
c) Penyampaian
saran-saran perbaikan dari bawahan
d) Penyampaian
keluhan dari bawahan tentang dirinya sendiri maupun pekerjaannya.
3. Horizontal communication, yaitu tindak komunikasi
ini berlangsung di antara para karyawan ataupun bagian yang memiliki kedudukan
yang setara. Fungsi arus komunikasi horisontal ini adalah:
a) Memperbaiki
koordinasi tugas
b) Upaya
pemecahan masalah
c) Saling berbagi informasi
d) Upaya pemecahan konflik
e) Membina hubungan melalui
kegiatan bersama.
Proses Komunikasi
Pada tataran teoritis, paling tidak kita mengenal atau memahami komunikasi dari dua perspektif, yaitu:
- Perspektif Kognitif. Komunikasi menurut Colin Cherry, yang mewakili perspektif kognitif adalah penggunaan lambang-lambang (symbols) untuk mencapai kesamaan makna atau berbagi informasi tentang satu objek atau kejadian. Informasi adalah sesuatu (fakta, opini, gagasan) dari satu partisipan kepada partisipan lain melalui penggunaan kata-kata atau lambang lainnya. Jika pesan yang disampaikan diterima secara akurat, receiver akan memiliki informasi yang sama seperti yang dimiliki sender, oleh karena itu tindak komunikasi telah terjadi.
- Perspektif Perilaku. Menurut BF. Skinner dari perspektif perilaku memandang komunikasi sebagai perilaku verbal atau simbolik di mana sender berusaha mendapatkan satu efek yang dikehendakinya pada receiver. Masih dalam perspektif perilaku, FEX Dance menegaskan bahwa komunikasi adalah adanya satu respons melalui lambang-lambang verbal di mana simbol verbal tersebut bertindak sebagai stimuli untuk memperoleh respons. Kedua pengertian komunikasi yang disebut terakhir, mengacu pada hubungan stimulus respons antara sender dan receiver.
Setelah kita memahami pengertian komunikasi dari dua
perspektif yang berbeda, kita mencoba melihat proses komunikasi dalam suatu
organisasi. Menurut Jerry W. Koehler dan kawan-kawan,
bagi suatu organisasi, perspektif perilaku dipandang
lebih praktis karena komunikasi dalam organisasi bertujuan untuk mempengaruhi
penerima (receiver). Satu respons khusus diharapkan oleh pengirim
pesan (sender) dari setiap pesan yang disampaikannya. Ketika satu pesan
mempunyai efek yang dikehendaki, bukan suatu persoalan apakah informasi yang
disampaikan tersebut merupakan thndak berbagi informasi atau tidak.
Sekarang kita mencoba memahami proses komunikasi
antarmanusia yang disajikan dalam suatu model berikut:
Proses
komunikasi diawali oleh sumber (source) baik individu ataupun kelompok
yang berusaha berkomunikasi dengan individu atau kelompok lain, sebagai
berikut:
- Langkah pertama yang dilakukan sumber adalah ideation yaitu penciptaan satu gagasan atau pemilihan seperangkat informasi untuk dikomunikasikan. Ideation ini merupakan landasan bagi suatu pesan yang akan disampaikan.
- Langkah kedua dalam penciptaan suatu pesan adalah encoding, yaitu sumber menerjemahkan informasi atau gagasan dalam wujud kata-kaya, tanda-tanda atau lambang-lambang yang disengaja untuk menyampaikan informasi dan diharapkan mempunyai efek terhadap orang lain. Pesan atau message adalah alat-alat di mana sumber mengekspresikan gagasannya dalam bentuk bahasa lisan, bahasa tulisan ataupun perilaku nonverbal seperti bahasa isyarat, ekspresi wajah atau gambar-gambar.
- Langkah ketiga dalam proses komunikasi adalah penyampaian pesan yang telah disandi (encode). Sumber menyampaikan pesan kepada penerima dengan cara berbicara, menulis, menggambar ataupun melalui suatu tindakan tertentu. Pada langkah ketiga ini, kita mengenal istilah channel atau saluran, yaitu alat-alat untuk menyampaikan suatu pesan. Saluran untuk komunikasi lisan adalah komunikasi tatap muka, radio dan telepon. Sedangkan saluran untuk komunikasi tertulis meliputi setiap materi yang tertulis ataupun sebuah media yang dapat mereproduksi kata-kata tertulis seperti: televisi, kaset, video atau OHP (overheadprojector). Sumber berusaha untuk mebebaskan saluran komunikasi dari gangguan ataupun hambatan, sehingga pesan dapat sampai kepada penerima seperti yang dikehendaki.
- Langkah keempat, perhatian dialihkan kepada penerima pesan. Jika pesan itu bersifat lisan, maka penerima perlu menjadi seorang pendengar yang baik, karena jika penerima tidak mendengar, pesan tersebut akan hilang. Dalam proses ini, penerima melakukan decoding, yaitu memberikan penafsiran interpretasi terhadap pesan yang disampaikan kepadanya. Pemahaman (understanding) merupakan kunci untuk melakukan decoding dan hanya terjadi dalam pikiran penerima. Akhirnya penerimalah yang akan menentukan bagaimana memahami suatu pesan dan bagaimana pula memberikan respons terhadap pesan tersebut.
- Proses terakhir dalam proses komunikasi adalah feedback atau umpan balik yang memungkinkan sumber mempertimbangkan kembali pesan yang telah disampaikannya kepada penerima. Respons atau umpan balik dari penerima terhadap pesan yang disampaikan sumber dapat berwujud kata-kata ataupun tindakan-tindakan tertentu. Penerima bisa mengabaikan pesan tersebut ataupun menyimpannya. Umpan balik inilah yang dapat dijadikan landasan untuk mengevaluasi efektivitas komunikasi.
Fungsi Komunikasi dalam Organisasi
Dalam suatu
organisasi baik yang berorientasi komersial maupun sosial, komunikasi dalam
organisasi atau lembaga tersebut akan melibatkan empat fungsi, yaitu:
1. Fungsi informatif
Organisasi
dapat dipandang sebagai suatu sistem pemrosesan informasi (information-processing
system). Maksudnya, seluruh anggota dalam suatu organisasi berharap
dapat memperoleh informasi yang lebih banyak, lebih baik dan tepat waktu. Informasi
yang didapat memungkinkan setiap anggota organisasi dapat melaksanakan
pekerjaannya secara lebih pasti informasi pada dasarnya dibutuhkan oleh semua
orang yang mempunyai perbedaan kedudukan dalam suatu organisasi.
Orang-orang dalam tataran manajemen membutuhkan informasi untuk membuat suatu
kebijakan organisasi ataupun guna mengatasi konflik yang terjadi di dalam
organisasi. Sedangkan karyawan (bawahan) membutuhkan informasi tentang
jaminan keamanan, jaminan sosial dan kesehatan, izin cuti dan sebagainya.
2. Fungsi Regulatif
Fungsi
regulatif ini berkaitan dengan peraturan-peraturan yang berlaku dalam suatu
organisasi. Pada semua lembaga atau organisasi, ada dua hal yang
berpengaruh terhadap fungsi regulatif ini, yaitu:
- Atasan atau orang-orang yang berada dalam tataran manajemen yaitu mereka yang memiliki kewenangan untuk mengendalikan semua informasi yang disampaikan. Disamping itu mereka juga mempunyai kewenangan untuk memberikan instruksi atau perintah, sehingga dalam struktur organisasi kemungkinan mereka ditempatkan pada lapis atas (position of authority) supaya perintah-perintahnya dilaksanakan sebagaimana semestinya. Namun demikian, sikap bawahan untuk menjalankan perintah banyak bergantung pada:
- Keabsahan pimpinan dalam penyampaikan perintah.
- Kekuatan pimpinan dalam memberi sanksi.
- Kepercayaan bawahan terhadap atasan sebagai seorang pemimpin sekaligus sebagai pribadi.
- Tingkat kredibilitas pesan yang diterima bawahan.
- Berkaitan dengan pesan atau message. Pesan-pesan regulatif pada dasarnya berorientasi pada kerja. Artinya, bawahan membutuhkan kepastian peraturan-peraturan tentang pekerjaan yang boleh dan tidak boleh untuk dilaksanakan.
3. Fungsi Persuasif
Dalam
mengatur suatu organisasi, kekuasaan dan kewenangan tidak akan selalu membawa
hasil sesuai dengan yang diharapkan. Adanya kenyataan ini, maka banyak
pimpinan yang lebih suka untuk mempersuasi bawahannya daripada memberi
perintah. Sebab pekerjaan yang dilakukan secara sukarela oleh karyawan
akan menghasilkan kepedulian yang lebih besar dibanding kalau pimpinan sering
memperlihatkan kekuasaan dan kewenangannya.
4. Fungsi Integratif
Setiap
organisasi berusaha menyediakan saluran yang memungkinkan karyawan dapat
dilaksanakan tugas dan pekerjaan dengan baik. Ada dua saluran komunikasi
formal seperti penerbitan khusus dalam organisasi tersebut (newsletter,
buletin) dan laporan kemajuan oraganisasi; juga saluran komunikasi informal seperti
perbincangan antarpribadi selama masa istirahat kerja, pertandingan olahraga
ataupun kegiatan darmawisata. Pelaksanaan aktivitas ini akan menumbuhkan
keinginan untuk berpartisipasi yang lebih besar dalam diri karyawan terhadap
organisasi.
Memahami Komunikasi dalam
Organisasi
Gaya
komunikasi atau communication style akan memberikan pengetahuan kepada kita
tentang bagaimana perilaku orang-orang dalam suatu organisasi ketika mereka
melaksanakan tindak berbagi informasi dan gagasan. Sementara pada
pengaruh kekuasaan dalam organisasi, kita akan mengkaji jenis-jenis kekuasaan
yang digunakan oleh orang-orang dalam tataran manajemen sewaktu mereka mencoba
mempengaruhi kemampuan berkomunikasi dalam organsasi, kita akan diajak untuk
memikirkan bagaimana mendefinisikan tujuan kita sehubungan dengan tugas dalam
organisasi, bagaimana kita memilih orang yang tepat untuk diajak kerjasama dan
bagaimana kita memilih saluran yang efektif untuk melaksanakan tugas tersebut.
Gaya Komunikasi. Gaya
komunikasi (communication style) didefinisikan sebagai seperangkat perilaku
antarpribadi yang terspesialisasi yang digunakan dalam suatu situasi tertentu (a specialized set of intexpersonal
behaviors that are used in a given situation).
Masing-masing
gaya komunikasi terdiri dari sekumpulan perilaku komunikasi yang dipakai untuk
mendapatkan respon atau tanggapan tertentu dalam situasi yang tertentu
pula. Kesesuaian dari satu gaya komunikasi yang digunakan, bergantung
pada maksud dari pengirim (sender) dan harapan dari penerima (receiver).
Gaya Komunikasi yang akan kita pelajari adalah
sbb:
1.
The Controlling style
Gaya komunikasi yang
bersifat mengendalikan ini, ditandai dengan adanya satu kehendak atau maksud
untuk membatasi, memaksa dan mengatur perilaku, pikiran dan tanggapan orang
lain. Orang-orang yang menggunakan gaya komunikasi ini
dikenal dengan nama komunikator satu arah atau one-way communications.
Pihak-pihak yang memakai controlling
style of communication ini, lebih memusatkan perhatian kepada pengiriman
pesan dibanding upaya mereka untuk berharap pesan. Mereka tidak
mempunyai rasa ketertarikan dan perhatian untuk berbagi pesan. Mereka
tidak mempunyai rasa ketertarikan dan perhatian pada umpan balik, kecuali jika
umpan balik atau feedback tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi
mereka. Para komunikator satu arah tersebut tidak khawatir dengan
pandangan negatif orang lain, tetapi justru berusaha menggunakan kewenangan dan
kekuasaan untuk memaksa orang lain mematuhi pandangan-pandangannya.
Pesan-pesan yag berasal dari
komunikator satu arah ini, tidak berusaha ‘menjual’ gagasan agar dibicarakan
bersama namun lebih pada usaha menjelaskan kepada orang lain apa yang
dilakukannya. The controlling style of communication ini sering
dipakai untuk mempersuasi orang lain supaya bekerja dan bertindak secara
efektif, dan pada umumnya dalam bentuk kritik. Namun demkian, gaya komunikasi yang bersifat
mengendalikan ini, tidak jarang bernada negatif sehingga menyebabkan orang lain
memberi respons atau tanggapan yang negatif pula.
2.
The Equalitarian style
Aspek penting gaya komunikasi ini ialah adanya landasan kesamaan. The
equalitarian style of communication ini ditandai dengan berlakunya arus
penyebaran pesan-pesan verbal secara lisan maupun tertulis yang bersifat dua
arah (two-way traffic of communication).
Dalam
gaya komunikasi ini, tindak komunikasi dilakukan secara terbuka. Artinya,
setiap anggota organisasi dapat mengungkapkan gagasan ataupun pendapat dalam
suasana yang rileks, santai dan informal. Dalam suasana yang demikian,
memungkinkan setiap anggota organisasi mencapai kesepakatan dan pengertian
bersama.
Orang-orang
yang menggunakan gaya komunikasi yang bermakna kesamaan ini, adalah orang-orang
yang memiliki sikap kepedulian yang tinggi serta kemampuan membina hubungan
yang baik dengan orang lain baik dalam konteks pribadi maupun dalam lingkup
hubungan kerja. The equalitarian style ini akan memudahkan tindak
komunikasi dalam organisasi, sebab gaya ini efektif dalam memelihara empati dan
kerja sama, khususnya dalam situasi untuk mengambil keputusan terhadap suatu
permasalahan yang kompleks. Gaya komunikasi ini pula yang menjamin
berlangsungnya tindakan share/berbagi informasi di antara para anggota dalam
suatu organisasi.
3.
The Structuring style
Gaya komunikasi yang
berstruktur ini, memanfaatkan pesan-pesan verbal secara tertulis maupun lisan
guna memantapkan perintah yang harus dilaksanakan, penjadwalan tugas dan
pekerjaan serta struktur organisasi. Pengirim pesan (sender) lebih
memberi perhatian kepada keinginan untuk mempengaruhi orang lain dengan jalan
berbagi informasi tentang tujuan organisasi, jadwal kerja, aturan dan prosedur
yang berlaku dalam organisasi tersebut.
Stogdill dan Coons dari The
Bureau of Business Research of Ohio State University, menemukan dimensi
dari kepemimpinan yang efektif, yang mereka beri nama Struktur Inisiasi atau
Initiating Structure. Stogdill dan Coons menjelaskan mereka bahwa
pemrakarsa (initiator) struktur yang efisien adalah orang-orang yang mampu
merencanakan pesan-pesan verbal guna lebih memantapkan tujuan organisasi,
kerangka penugasan dan memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang
muncul.
4.
The Dynamic style
Gaya komunikasi yang
dinamis ini memiliki kecenderungan agresif, karena pengirim pesan atau sender
memahami bahwa lingkungan pekerjaannya berorientasi pada tindakan
(action-oriented). The dynamic style of communication ini sering
dipakai oleh para juru kampanye ataupun supervisor yang membawa para wiraniaga
(salesmen atau saleswomen).
Tujuan utama gaya komunikasi yang agresif ini adalah
mestimulasi atau merangsang pekerja/karyawan untuk bekerja dengan lebih cepat
dan lebih baik. Gaya komunikasi ini cukup efektif
digunakan dalam mengatasi persoalan-persoalan yang bersifat kritis, namun
dengan persyaratan bahwa karyawan atau bawahan mempunyai kemampuan yang cukup
untuk mengatasi masalah yang kritis tersebut.
5.
The Relinguishing style
Gaya komunikasi ini lebih
mencerminkan kesediaan untuk menerima saran, pendapat ataupun gagasan orang
lain, daripada keinginan untuk memberi perintah, meskipun pengirim pesan
(sender) mempunyai hak untuk memberi perintah dan mengontrol orang lain.
Pesan-pesan dalam gaya komunikasi ini akan efektif
ketika pengirim pesan atau sender sedang bekerja sama dengan orang-orang yang
berpengetahuan luas, berpengalaman, teliti serta bersedia untuk bertanggung
jawab atas semua tugas atau pekerjaan yang dibebankannya.
6.
The Withdrawal style
Akibat yang muncul jika gaya ini digunakan adalah melemahnya
tindak komunikasi, artinya tidak ada keinginan dari orang-orang yang memakai gaya ini untuk berkomunikasi dengan
orang lain, karena ada beberapa persoalan ataupun kesulitan antarpribadi yang
dihadapi oleh orang-orang tersebut.
Dalam deskripsi yang kongkrit
adalah ketika seseorang mengatakan: “Saya tidak ingin dilibatkan dalam persoalan
ini”. Pernyataan ini bermakna bahwa ia mencoba melepaskan diri dari
tanggung jawab, tetapi juga mengindikasikan suatu keinginan untuk menghindari
berkomunikasi dengan orang lain. Oleh karena itu, gaya ini tidak layak dipakai dalam
konteks komunikasi organisasi.
Gambaran umum yang diperoleh dari
uraian di atas adalah bahwa the equalitarian style
of communication merupakan gaya komunikasi yang ideal. Sementara tiga gaya komunikasi lainnya: structuring, dynamic dan relinguishing dapat
digunakan secara strategis untuk menghasilkan efek
yang bermanfaat bagi organisasi. Dan dua gaya komunikasi terakhir: controlling dan withdrawal
mempunyai kecenderungan menghalangi berlangsungnya
interaksi yang bermanfaat
0 komentar:
Posting Komentar